Kawis Krisant, Lombok - Lebih dari Sekadar Kampung Warna-Warni

Saturday, March 10, 2018




Di tengah kegelisahan saya terhadap masalah sampah di Lombok, saya dipertemukan dengan Aisyah Odist. Seorang pencinta lingkungan yang berhasil mengubah wajah Dusun Selaparang yang kumuh, menjadi kampung penuh warna yang menginspirasi dan memberdayakan.

***

Warna memang mampu mengubah mood dalam waktu singkat. Rumah kumal tampak ceria setelah dicat menjelang hari lebaran. Wajah pucat tampak segar selepas dipoles gincu merah. Kampung kumuhpun terlihat lebih cantik setelah dibubuhkan cat beraneka warna.


Sumber: Aisyah Odist
Itulah yang terjadi dengan lingkungan Selaparang, Mataram, Lombok, yang kini bernama Kawis Krisant (Kampung Wisata Kreatif Sampah Terpadu). Tak sampai setahun yang lalu, daerah ini masih menjadi kawasan kumuh. Warga di sini memang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan sampah. Hanya berjarak dua meter dari rumah mereka, terdapat sungai kotor tak terawat. Sampah rumah tangga pun dibiarkan teronggok begitu saja tanpa ada perasaan bersalah.

Namun kini kawasan itu berubah total. Tak hanya tampilan fisiknya saja, tetapi mental warganya juga turut mengalami perubahan yang dramatis. Setiap hari, pukul 4 sore, warga serentak menenteng sapu dan mulai membersihkan lingkungan. Mereka pun kini tak lagi membuang sampah di kali.


Lebih membanggakannya lagi, masyarakat sekarang sudah mulai menjalankan pemilahan sampah. Limbah non-organik mereka kumpulkan, kemudian ditabung di Bank Sampah NTB Mandiri pimpinan Kak Aisyah. Setiap nasabah mendapatkan buku tabungan layaknya menabung di Bank. Sampah ditukar dengan uang. Uang tersebut dapat ditarik sewaktu-waktu.

“Ada warga yang berhasil menabung sampah sampai Rp. 400,000," ujar kak Aisyah. Keberhasilan ini menyebar dari mulut ke mulut. Warga pun semakin bersemangat mengelola sampah-sampah mereka.

Selain warga setempat, masyarakat yang tidak tinggal di sekitar Kawis Krisant juga boleh menjadi nasabah. Saya sendiri yang merupakan warga Praya, secara rutin menabung eco brick, yaitu sampah-sampah plastik yang dipadatkan ke dalam botol air mineral. Eco brick ini bisa digunakan sebagai pengganti bata konvensional. Di luar negeri, sudah ada contoh-contoh bangunan yang dibuat dari eco brick ini. Sebuah komunitas di Jogja juga sudah memanfaatkan eco brick sebagai bahan baku pembuatan furniture.

Eco brick hasil tabungan warga. Sumber: Aisyah Odist

Semangat Bersatu, Bergerak untuk Berbenah

Kak Aisyah merasa bertanggung jawab dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Selain kumuh dan kotor, para pemuda di sini pun pada mulanya tak memiliki kegiatan positif.  

Untuk itulah ia mulai berusaha mengedukasi warga agar mau bersatu dan bergerak untuk berbenah. Hasilnya di luar ekpektasi. Kepercayaan yang telah dibangun bertahun-tahun antara kak Aisyah dengan warga, ternyata membawa dampak positif terhadap program yang ia tawarkan.

“Kepercayaan itu dibangun jauh sebelum saya berpikir akan membuat Kawis Krisant”. Ujarnya.

Warga menyambut baik ajakan kak Aisyah.
Kawasan Kawis Krisant pun kini semakin cantik setelah dibenahi. Wisatawan asing berbondong-bondong datang kemari. Baru-baru ini, Kawis Krisant menyambut rombongan tamu dari Austria. Mereka tidak hanya tour keliling kampung, tetapi juga menginap di rumah warga dan belajar manajemen pengelolaan sampah.

Serius menyimak penjelasan dari Kak Aisyah

Dari kunjungan ini, warga mendapat banyak hal. Yang paling mencolok adalah bertambahnya pundi-pundi Rupiah mereka. Mulai dari host family, hingga pedagang kecil yang ada di sana, mendapat untung dari kunjungan wisatawan.

Senyum warga yang gembira karena mendapat rejeki tambahan. Sumber: Aisyah Odist

Tak hanya materi yang mereka raih. Remaja di sini (yang disebut sebagai SATGAS), turut mendapat berbagai pengetahuan dengan berperan sebagai panitia dalam mempersiapkan kedatangan para tamu ini. Berbagai soft skill seperti Bahasa Inggris dan public speaking pun mereka pelajari dalam konteks sesungguhnya, bukan di ruang kelas.

Kampung Wisata Kreatif Sampah Terpadu (Kawis Krisant)

Wilayah Kawis Krisant dibagi ke dalam enam sektor. Pengunjung bisa datang sendiri ke sini ataupun dengan didampingi oleh adik-adik SATGAS. Untuk tamu rombongan (misalnya dari sekolah/organisasi tertentu), sebaiknya menghubungi pihak Kawis Krisant terlebih dahulu sebelum datang kemari.

Sektor Kawis Krisant

Sektor 1 - Painting Gate

Salah satu mural di sektor 1 Kawis Krisant. Sumber: Aisyah Odist

Memasuki wilayah Kawist Krisant, pengunjung akan disambut oleh mural yang beraneka warna. Gambar-gambar ini dibuat oleh komunitas Lukis di Lombok. Kebanyakan mural di sini bercerita tentang budaya suku Sasak.

Sektor 2 - Bank Sampah NTB Mandiri

Sudut foto kekinian di sektor 2 yang dibuat dengan memanfaatkan sampah

Sebelum masuk ke sektor 3-6 Kawist Krisant, pengunjung akan melewati sektor 2 terlebih dahulu.

Sektor ini adalah kawasan favorit saya. Selain banyak spot foto kekinian, kita juga bisa mengikuti workshop membuat beraneka macam kerajinan dari sampah. Kak Aisyah sudah mengekspor berbagai kerajinan ini ke luar negeri loh.

Menariknya, sebagian karyawan kak Aisyah yang membuat produk-produk ini merupakan wanita penyandang disabilitas. Bahkan ada yang merupakan tuna netra. Itulah mengapa dari awal saya katakan, Kawis Krisant merupakan kampung warna-warni yang memberdayakan.

Tamu asing belajar membuat kerajinan berbahan dasar sampah. Sumber: Aisyah Odist

Di sektor 2 ini juga terdapat galeri souvenir. Bagi teman-teman yang ingin membeli oleh-oleh ramah lingkungan dari Kawis Krisant, bisa melihat di galeri ini ya.

Kak Diana, penyandang disabilitas yang berdaya

Sektor 3 - Rute Wisata

Disini kita akan melewati lokasi yang disebut Panggung Sarief dan Taman Pintar. Menurut SATGAS yang mendampingi saya, Panggung Sarief ini dibangun di atas Septic Tank loh! Untung saya tidak mencium aroma apapun selama di sini.

Panggung Sarief

Sedangkan Taman pintar, merupakan area tempat adik-adik SATGAS belajar beragam skill baru. Salah satunya bermain perkusi. Pengunjung bisa mendengarkan alunan musik pinggir kali ini setiap hari Sabtu pukul 5 sore.

Sore perkusi di Taman Pintar

Sektor 4 - Fishing Area

Fishing Area berwarna-warni. Sumber: Aisyah Odist

Ini adalah tempat memancing favorit warga. Dulunya tempat ini sangat kotor. Saat saya kemari, sebetulnya masih terlihat sampah yang merupakan kiriman dari wilayah lain. Sulit untuk dihindari. Tapi masih mungkin untuk dibenahi di masa yang akan datang.

Sektor 5 - Land

Dulu, land merupakan satu-satunya lahan terbuka yang dimiliki oleh lingkungan Selaparang. Di sinilah tempat warga melakukan segala hajatan. Mulai dari pernikahan, sunatan, dsb. Nanti teman-teman bisa melihat sendiri betapa kecil nya land ini. Tak sebanding dengan padatnya penduduk di dusun ini.

Sektor 6 - Rumah Kompos

Rumah kompos terletak di belakang sektor 2 Kawis Krisant, tepatnya di samping galeri souvenir. Di sini pengunjung bisa melihat dan belajar proses pembuatan kompos dari awal.

Lengkap bukan? Dalam satu kunjungan kemari, kita bisa belajar mengelola sampah organik dan non-organik sekaligus.

Lebih dari Sekedar Kampung Warna- Warni

Siapapun bisa mengecat kampungnya menjadi berwarna. Mengkamuflasekan kekumuhan dan kemiskinan dengan warna-warni cat yang apik.

Tapi dampak Kawis Krisant jauh lebih dalam. Ia mampu memberikan solusi bagi berbagai masalah dalam satu atap. Mulai dari masalah sampah, lingkungan, kemiskinan, disabilitas, pendidikan karakter, ekonomi, serta sustainable tourism.

Bagi saya, Kawis Krisant merupakan tempat paling inspiratif dan memberdayakan yang pernah saya datangi dalam beberapa tahun terakhir.

Bukankah tempat wisata seperti ini yang selalu kita nantikan?

***

Alamat Kawist Krisant:
JL. Leo No.24 Lingkungan Banjar Selaparang Ampenan, Pejeruk, Ampenan, NTB (Belakang Bank Sampah NTB Mandiri)

Instagram:
@kawiskrisant


***

Let's Be Friend :)
Follow me on Instagram @dolansekeluarga

You Might Also Like

2 comments

  1. untung ada yg up tulisan lo ini. ko gue ga ngeh lo setor ini. Daerah mertua gue dlu ada juga tokoh kaya kak aisyah ini. tapi kata mertua jadi berhenti ga tau kenapa. dan skrg baleendah lagi banjir besar 😣

    gue ga ngerti gue bakal bisa join buat perbaikan lingkungan baleendah .. smpe skrg ga tau info apapun soal komunitas peduli lingkungan di baleendah ...

    jadi what sud i do? 😣😣😣

    ReplyDelete
  2. Waaah. Bagus nih artikelnyaaa. Saya suka yang bernuansa "human interest" begini. Namun, saya mau koreksi beberapa penulisan nih, Mbak. XD *dasar memang grammar nazi*

    Kalau dalam kutipan, kalimat langsung, penulisan redaksi kalimat langsung itu harus ditulis huruf kecil saja tidak perlu huruf kapital. Lalu, setelah kalimat langsung, tidak pakai titik tetapi koma.

    Misalnya pada tulisan Mbak di bagian ini:

    “Ada warga yang berhasil menabung sampah sampai Rp. 400,000”. Ujar kak Aisyah.

    Seharusnya yang tepat ditulis seperti ini:

    “Ada warga yang berhasil menabung sampah sampai 400.000 rupiah," ujar kak Aisyah.

    Begitu kira-kira, Mbak. :D

    Semoga semakin giat menulis dan berbaginya yaaa. Semangat.

    ReplyDelete

MY SCIENCE EDUCATION WEBSITE

A Member of

A Member of

Komunitas